Urgensi Pengamalan Sila Kedua Pancasila
Oleh: Harry F. Darmawan
Tahun 2020 sudah semakin menuju titik akhir. Tahun penuh tantangan dan kesedihan ini merupakan momen yang tepat bagi kita untuk merenungkan kembali apa yang sudah kita lalui di tahun ini.
Tahun ini menjadi tahun yang berat, mengingat banyaknya peristiwa kemanusiaan yang terjadi. Pandemi Covid-19, kericuhan pada unjuk rasa omnibus law, dan masih banyak lagi tragedi yang cukup membuat hati pilu.
Saya beranggapan, adalah kodrat bahwa manusia pasti meninggalkan dunia fana ini. Namun sama sekali tidak ada kodrat bahwa sesama manusia boleh menyakiti sesama manusia, apalagi sampai membuat orang lain meninggalkan dunia fana ini.
Sungguh sangat memprihatinkan bahwa meski tidak ada etika, hukum, falsafah mau pun ajaran agama yang membenarkan manusia menyakiti manusia — bahkan makhluk hidup lainnya — namun pada kenyataannya, masih ada manusia yang melanggar etika, hukum mau pun ajaran agama. dengan tega hati menyakiti sesamanya.
Bahkan pada saat manusia seharusnya bersatu-padu dan bergotong-royong melawan angkara murka virus Corona, terbukti manusia masih saja bisa merugikan manusia lainnya dengan berbagai cara, demi memenuhi kepentingan dan egonya.
Aneka ragam alasan kreatif diciptakan demi membenarkan perilaku tersebut. mulai dari politik, ekonomi, dendam pribadi sampai atas nama agama bahkan Tuhan.
Sebenarnya manusia sudah mengalami prahara Perang Dunia II di mana umat manusia bahkan seolah bersaing untuk membinasakan sesama manusia dalam jumlah jutaan, baik di medan perang, maupun di kamp konsentrasi.
Namun setelah Perang Dunia II resmi usai, nyatanya perang masih berlanjut di berbagai belahan dunia, seperti China, Korea, Vietnam, Myanmar, India, Pakistan, Armenia, Irak, Iran, Suriah, Lebanon, Libya, Kuba, dan lain-lain.
Termasuk perang yang bukan melawan bangsa asing, melainkan justru melawan bangsa sendiri, seperti tragedi Madiun, G-30-S, Mei 1998, dan malapetaka kemanusiaan lainnya yang pernah terjadi di Nusantara sampai saat kini.
Seolah manusia merugikan manusia merupakan kodrat semesta yang tak terhindarkan. Seperti tersirat di dalam kisah Mahabharata, Ramayana, maupun dialog Sri Kresna dengan Arjuna pada Bhagavad Gita.
Seolah manusia membinasakan manusia merupakan kodrat peradaban seperti kisah Kain membunuh Habil pada awal Alkitab. Seolah manusia menyiksa manusia merupakan kodrat das Sein setara bencana alam atau wabah penyakit yang memang tidak-bisa-tidak memang terjadi di bumi.
Indonesia sebenarnya merupakan bangsa yang beruntung, karena memiliki Pancasila dengan sila kedua, yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sila ini sudah seharusnya mendarah daging bagi kita agar senantiasa menjaga nurani kemanusiaan, sekaligus berkehidupan yang beradab.
Semakin ke sini, saya melihat masyarakat kita dihadapkan pada urgensi pengamalan sila kedua tersebut. Kemanusiaan yang adil dan beradab, tak akan tercipta bila kita tidak memulai dari diri sendiri dulu. Melawan hawa nafsu dan ego merupakan hal mutlak yang harus kita latih sejak saat ini.
Dengan kemanusiaan yang adil dan beradab, kondusivitas Indonesia, khususnya Kota Balikpapan, bisa semakin masyhur. Karena menjaga kondusivitas bukan hanya tugak kepolisian, tetapi juga tugas kita bersama, sebagai masyarakat berbangsa yang akan maju. [*]