Artikel

DUKUNG TINDAKAN TEGAS POLANTAS TERHADAP PELANGGAR LALU LINTAS

Oleh: Muhammad Nadzir (Dosen Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Balikpapan)

Beberapa minggu yang lalu, masyarakat dihebohkan berita dan video viral di media sosial perihal seorang remaja putra bernama Adi Saputra dari Tangerang Selatan.

Pasalnya ia merusak motor yang dikendarainya dengan membanting, menjungkir-balikkan, memecahkan lampu-lampunya serta mencopoti assesoris kendaraannya.

Perbuatan tersebut dilakukan karena ia merasa kesal atas tindakan tegas Polisi Lalu Lintas (Polantas) yang melakukan penilangan terhadap dirinya. Akibat pelanggaran yang dilakukanya itu berkendara kendaraan bermotor dengan melawan arus lalu lintas,tidak memakai helm dan tidak membawa surat-surat kendaraan bermotor yang seharusnya dibawa.

Tidak berselang lama masyarakat juga dihebohkan video viral sepasang suami istri dari Gorontalo yang juga merusak kendaraannya di pinggir jalan raya yang disaksikan oleh masyarakat dan beberapa polantas disebabkan kekesalannya ditilang akibat perbuatannya melanggar lalu lintas.

Berangkat dari kedua video yang viral di media sosial tersebut, masyarakat dapat mengambil pelajaran bahwa pelanggaran terhadap ketentuan dalam berlalu lintas pasti akan merugikan diri sendiri dan orang lain.

Negara melalui pemerintah telah berupaya membentuk peraturan perundang-undangan terkait lalu lintas, dan akhirnya pada tanggal 22 Juni 2009 Pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Undang-undang tersebut menjadi dasar hukum bagi Polantas dan pihak-pihak yang terkait untuk melakukan penegakan hukum atas pelanggaran lalu lintas yang terjadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan yang hendak dicapai dengan pengaturan lalu lintas dan angkutan jalan adalah agar masyarakat terjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran dan kenyamanan dalam berkendara dan berlalu lintas dalam upaya aktivitas dan memenuhi berbagai kebutuhan hidup sehari-hari.

Secara umum jika diamati dan diteliti dengan seksama, banyaknya kecelakaan lalu lintas yang terjadi akibat ketidakpatuhan para pengendara pada aturan berlalu lintas.

Hal ini artinya kecelakaan terjadi akibat human error, dan bukan murni karena masalah teknis kendaraan semata.

Pengabaian aturan lalu lintas seperti mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi melebihi aturan yang seharusnya, tidak memakai helm bagi pemotor, tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas, banyak menyebabkan kecelakaan dan berakibat menimbulkan kerugian harta benda, bahkan nyawa,baik bagi pengendara itu sendiri maupun bagi orang lain.

Data dari Korps Kepolisian Republik Indonesia setiap tahunnya terdapat lebih dari 25.000 (dua puluh lima ribu) orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Sungguh angka yang cukup besar.

Demikian halnya yang terjadi di wilayah hukum Kepolisian Daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Angka kecelakaan lalu lintas masih sangat tinggi dan rata-rata mengakibatkan korban meninggal di atas angka ratusan jiwa, tiap tahunnya.

Penegakan hukum yang dilakukan oleh Polantas terhadap pelanggar lalu lintas, hendaknya dipahami sebagai upaya menjaga keselamatan bagi diri si pengendara dan orang lain.

Budaya tertib dan disiplin dalam berlalu lintas diperlukan bukan saja dari kesadaran tiap diri pengguna jalan, melainkan diperlukan penegakan hukum yang dilakukan oleh Polantas.

Penegakan hukum yang dilakukan oleh Polantas, harus dilaksanakan secara adil, jujur dan transparan, baik pada tingkatan pencegahan pelanggaran (preventif), maupun pada tingkat penindakan atas pelanggaran (represif).

Muara dari penegakan hukum atas pelanggaran lalu lintas adalah untuk keamanan, keselamatan, kenyamanan, ketertiban, dalam berkendara dan berlalu lintas.

Di negara-negara maju seperti di Jepang, Singapura, Jerman, Belanda, Amerika, Inggris, Prancis dan umumnya negara-negara di Eropa, kesadaran akan tertib dan disiplin berlalu lintas sudah sangat baik dan dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Di negara-negara maju tersebut ada dan tidaknya aparat penegak hukum, pengendara akan berhenti saat lampu merah menyala, meskipun jalanan sedang sangat lenggang, mereka akan mendahulukan penyebrang jalan dibandingkan memaksakan dirinya sendiri untuk berlalu.

Hal tersebut sangat berbeda jauh dengan apa yang terjadi di negara-negara berkembang. Budaya tertib berlalu lintas masih harus ditegakkan oleh aparat penegak hukum.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa budaya berlalu lintas dengan tertib dan disiplin mengikuti aturan merupakan cermin budaya bangsa.

Budaya bangsa yang tinggi sangat terkait erat dengan kesadaran dan disiplin masyarakatnya dalam berlalu lintas. Indonesia dengan idiologi Pancasila sebenarnya mampu menjadikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila, menjadi nilai utama atau soko guru dalam tertib budaya berlalu lintas.

Namun harus disadari memerlukan waktu dan proses yang agak panjang dalam pembiasaannya sehingga menjadi budaya tertib.

Oleh karena itu penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas harus dilaksanakan oleh penegak hukum dengan tegas,

Pembinaan dan pengawasan terhadap masyarakat pengguna jalan, harus terus dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sosialisasi keamanan berkendara, ketertiban dan disiplin berlalu lintas, razia berkala oleh Polantas dan pihak-pihak lain yang lingkup wewenang dan tanggung jawabnya terkait ketertiban lalu lintas.

Pada akhirnya penegakan hukum terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas akan bermanfaat bagi pengendara, pengguna jalan raya lainnya, dan berujung secara umum pada kesejahteraan masyarakat. [*]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *