Artikel

INDONESIA, MENOLAK RADIKALISME

Oleh: Muhammad Nadzir (Dosen Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Balikpapan)

                Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia terkenal dengan masyarakat yang santun dimata masyarakat dunia, masyarakat Indonesia dikenal sebagai sosok masyarakat yang suka menolong, suka membantu, suka berbagi, suka berdamai, suka bergotong royong, saling menghormati sesama dan tidak menyukai kekerasan. Para pendahulu bangsa ini telah mengajarkan sikap-sikap berbudi mulia dan adiluhung serta nilai-nilai luhur yang harus diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, dengan cara-cara yang bijaksana, sederhana dan syarat makna seperti rukun agawe santoso, kerah agawe bubrah, rukun akan membawa kedamaian dan bertengkar akan mengakibatkan kerusakan, becik ketitik, olo ketoro, yang berbuat baik akan dengan sendirinya terlihat, yang berbuat kejelakan pasti juga akan menerima balasannya, mikul duwur mendem jero, mengangkat dan mengenang kebaikan seseorang dan melupakan hal yang buruk-buruk darinya, adjining diri soko lathi lan budhi, harga diri seseorang tergantung dari ucapan dan budi pekertinya, seng sopo temen tinemu, barang siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. Sak bedjo bedjoning wong kang lali, luwih bedjo wong kang ileng lan waspodho, seberuntungnya orang yang lupa diri, masih lebih beruntung orang yang ingat diri dan waspada. Nilai-nilai luhur itulah yang kemudian membentuk jati diri pribadi dan menjelma dalam kehidupan bermasyarakat, nilai-nilai luhur tersebut diajarkan secara turun temurun kepada anak cucu dan bernilai positif hingga hari ini dan akan senantiasa bernilai positif meskipun perubahan zaman terus terjadi.

                Perjalanan sejarah perkembangan dunia senantiasa mengami perubahan dan hal tersebut bersifat alamiah, percepatan perubahan dalam banyak hal pada sisi kehidupan manusia semakin nyata, pasca perkebangan sains dan teknologi informasi yang berkembang sangat cepat dan pesat pada awal abad 21 hingga hari ini, membuat manusia yang satu dan yang lain saling terhubung dan saling mempengaruhi, pengaruh tersebut ada yang bersifat positif seperti perkembangan dunia pendidikan, kesehatan, keolahragaan, demokrasi, ekonomi, teknologi, budaya, agama, humanisme, lingkungan, akan tetapi ada juga yang bernilai negatif seperti penyalahgunaan narkoba, perjudian, perdagangan manusia,  kejahatan, terosisme, pornografi, radikalisme, dan lain sebagainya. Sains dan teknologi informasi tersebut bagaikan pisau tajam bermata dua, keduanya dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat positif dapat pula hal yang bersifat negatif dan merugikan banyak orang, seperti radikalisme yang mulai berkembang di sebagian negara.

                Radikalisme sengaja dibuat oleh orang-orang yang menginginkan perubahan sosial dengan cara instan, keinginannnya mengubah suatu keadaan dengan cara intans tersebut dilakukan melalui pemaksaan kehendak, kekerasan dan anti sosial dengan melahirkan teror, kekerasan dan perkosaan kepada siapapun dengan dalih membenarkan apa yang diyakini dan harus diikuti oleh orang lain. Radikalisme menolak hal-hal yang sifatnya demokratis, radikalisme bukan lahir dari ajaran agama, radikalisme lebih bernuansa politik kepentingan berkuasa. Karena agama tidak mengajarkan kekerasan, malah sebaliknya agama mengajarkan hidup saling menghormati, hidup saling toleran, hidup saling mengasihi dan menyayangi, kadang kala berdalih kepentingan agama, seseorang atau kelompok dengan paham radikalisme memaksakan kehendak dan melakukan kekerasan terhadap ummat manusia dan membuat kerusakan di muka bumi.

                Bangsa Indonesia dengan idiologi Pancasila menolak bentuk-bentuk apapun yang mengikuti paham radikalisme, prinsip-prinsip Pancasila bernilai universal dan sesuai dengan hati nurani manusia, tidak akan sesuai dan tidak akan menerima paham radikalisme tersebut. Pancasila mengajarkan ketuhanan dan tuhan mengajarkan kasih sayang dan mencintai sesama atas dasar martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan golongan. Pancasila mengajarkan kemanusiaan, sementara radikalisme tidak menghormati dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan bahkan radikalisme melahirkan kekerasan, kekejaman seperti apa yeng telah dilakukan oleh kelompok radikal yang menamakan dirinya ISIS di Irak dan Syiria, Pancasila mengajarkan keadilan sementara paham radikalisme mengajarkan kesewenang-wenangan dan pemaksaan. Pancasila mengajarkan persatuan sementara radikalime mengajarkan permusuhan dan pertentangan. Pancasila mengajarkan musyawarah untuk mufakat sementara radikalisme memaksakan kehendak dan kemauan kepada orang/pihak lain. Pancasila mengajarkan persamaan hak dan kewajiban dimuka hukum sementara paham radikalisme banyak menyudutkan dan menyalahkan pihak lain yang tidak sejalan dengan kelompoknya. Pancasila mengajarkan cinta dan kasih sayang sedangkan radikalisme mengajarkan kebengisan dan kesewenang wenangan.

                Indonesia menolak radikalisme bukan saja karena bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, jauh lebih dari itu radikalisme sangat bertentangan dengan semua agama dan negara bangsa secara universal. Radikalisme tidak ubahnya upaya bar-bar yang menghilangkan nilai humanisme karenanya radikalisme tidak pantas hidup dan berkembang di bumi nusantara yang dari dahulu masyarakatnya terkenal mencintai kedamaian dan kasih sayang. Radikalisme merupakan idiologi asing yang dikembangkan pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab untuk memporak-porandakan negara-negara demokratis dan negara-negara berperadaban untuk dihancurkan dan dijadikan menjadi negara yang kacau dan tidak berperikemanusiaan. Aparat kepolisian sudah selaknya melindungi dan mengayomi masyarakat dari upaya-upaya sistematis dan terencana pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang menginginkan radikalisme berkembang di Indonesia. semoga Allah SWT melindungi bangsa Indonesia dari paham radikalisme dan paham-paham lain yang tidak sesuai dengan Pancasila, kultur dan budaya bangsa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *