Pro-Kontra Balikpapan Jadi Ibukota Negara
Oleh: Harry F. Darmawan
WACANA pemindahan ibukota Republik Indonesia ke luar Pulau Jawa oleh Presiden Joko Widodo semakin deras berhembus. Langkah ini ditempuh guna mewujudkan pemerataan pembangunan yang selama ini timpang antara Pulau Jawa dengan pulau selain Jawa.
Banyak pihak menilai, Pulau Kalimantan yang paling potensial untuk menjadi ibukota baru. Meski belum secara pasti diputuskan, nama-nama seperti Balikpapan, Penajam Paser Utara dan Kalimantan Tengah merupakan unggulan bursa calon ibukota.
Dibanding dua nama terakhir, banyak juga yang menilai Kota Balikpapan merupakan pilihan terbaik. Kota Mini Metropolitan berusia 122 tahun ini memiliki segala infrastruktur yang dibutuhkan untuk menjadi ibukota.
Balikpapan memiliki bandara yang sudah sangat tersohor, Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan. Bandara ini juga beberapa kali menyabet gelar sebagai bandara terbaik di dunia di kelasnya.
Kota Beriman juga memiliki Pelabuhan Semayang dengan hiruk-pikuk yang padat. Belum lagi terminal peti kemas dan pelabuhan feri yang terpisah dari Pelabuhan Semayang.
Kebutuhan akan listrik dan air bersih juga dapat dipenuhi dengan baik oleh PLN dan PDAM Balikpapan. Meskipun tak jarang ada gangguan aliran, rasio sambungan terpasang dengan jumlah penduduk hampir menyentuh angka 100%.
Balikpapan juga merupakan smart city, di mana pemerintahannya sudah mengaplikasikan program e-government. Bagian dari reformasi birokrasi ini sudah berjalan sejak beberapa tahun terakhir.
Belum lagi heterogenitas dan kondusivitas warganya. Kota ini dikenal dengan masyarakatnya yang terdiri dari beragam suku, agama, kebudayaan, namun bisa hidup berdampingan. Harmoni seperti ini jarang ditemui di kota-kota lain.
Masalah keamanan pun Balikpapan tidak serawan di kota lainnya, khususnya di Pulau Jawa. Jika di Jawa meninggalkan sepeda motor dengan kunci yang masih nyantol sebentar saja maka akan raib, di Balikpapan tidak seperti itu.
Penulis sudah beberapa kali seceroboh itu. Dan parkirnya pun di pinggir jalan yang sunyi! Entah Balikpapan memang seaman itu, atau hanya saya saja yang sering beruntung. Silakan nilai sendiri.
Meskipun bukan Ibukota Provinsi, di Balikpapan berdiri markas dua korps pertahanan Indonesia, yakni TNI dengan Makodam VI Mulawarman, dan Polri dengan Mapolda Kaltim.
Kehadiran keduanya diyakini menambah jaminan keamanan dan kondusivitas kota yang dipimpin oleh H. M. Rizal Effendi ini. Sinergitas yang dijalin kedua instansi tersebut merupakan pondasi utama yang terus menopang kondusivitas Balikpapan.
BIANG MASALAH
Dengan segala potensi yang dimiliki, rupanya tak sedikit juga yang menginginkan ibukota tidak dipindah ke Balikpapan, khususnya warga lokal kota itu sendiri. Mereka menganggap, dengan menjadi ibukota, masalah ibukota yang selama ini terjadi di Jakarta juga akan ikut pindah ke Balikpapan.
Masalah pendatang liar yang berbondong-bondong mengadu nasib tanpa arah, terancamnya kondusivitas, rusaknya lingkungan yang selama ini dijaga sebaik mungkin hingga mendapat Adipura hampir setiap tahun, merupakan sederet ancaman yang dikhawatirkan akan terjadi di Balikpapan.
Belum lagi ketersediaan lahan yang kian menipis di Balikpapan. Penggerusan hutan yang selama ini menjaga kualitas udara dan keseimbangan ekosistem untuk memenuhi kebutuhan tersebut merupakan ancaman utama yang tidak diinginkan warga lokal.
Seperti diketahui, penduduk Balikpapan adalah orang-orang yang sangat memerhatikan lingkungan. Kebersihannya terjaga, area hijau yang terus dilestarikan lewat kebijakan ruang terbuka hijau 52:48, juga konservasi hutan lindung yang berfungsi ganda sebagai pusat pariwisata dan pusat edukasi.
Semua hal baik yang sudah dibangun dan dijaga bersama itu tentu tidak akan bisa diikhlaskan begitu saja jika menyandang predikat ibukota hanya menimbulkan kerusakan.
SOAL KEAMANAN, BISA OPTIMIS
Seabrek potensi masalah itu semakin membuat getir warga Balikpapan bila masuk ke aspek keamanan. Warga Balikpapan sudah sangat terbiasa hidup rukun dan damai. Jika ada keributan, pasti langsung heboh, saking jarangnya. Jangankan keributan, demo saja di sini sangat jarang terjadi.
Masalah keamanan, penulis juga masih bisa yakin akan bisa diatasi karena alasan yang sudah disebut sebelumnya, adanya Polda Kaltim.
Polda Kaltim saya yakini sudah tahu persis bagaimana langkah menjaga kondusivitas yang selama sudah terjalin. Isu politik di Pemilu 2019 yang diprediksi dapat memecah masyarakat saja nyatanya tidak terlihat di Balikpapan.
Perbedaan politik memang ada. Adu argumen masyarakat pun ada. Tapi sekali lagi, mereka sudah terbiasa hidup rukun. Adu argumen yang pernah saya lihat ya hanya sebatas obrolan warung kopi. Tak pakai urat. Bahkan sambil melucu.
Langkah-langkah strategis yang ditempuh Polda Kaltim dalam menghadapi ancaman keamanan menurut saya sudah sangat efektif. Tugas yang sebenarnya cukup berat itu bisa diemban dengan sangat baik oleh korps baju cokelat itu.
Seluruh personel Polda Kaltim cukup seporadis dalam mengedukasi warganya terkait kerukunan, pendidikan politik kebangsaan, menyebarkan paham Pancasila-isme dan kehidupan berbangsa dan bernegara.
***
Entah di kota mana nantinya ibukota akan berlabuh, yang bisa kita lakukan hanya mendukung pemerintah dan ikut mengawasi jalannya pemerintahan.
Jika memang Balikpapan mendapat amanah menjadi ibukota, maka pemerintah harus bisa menyiapkan langkah antisipasi ancaman yang sudah disebutkan di atas. Tetapi jika bukan Balikpapan, ya tidak masalah. Toh, warga Balikpapan saya lihat akan tetap baik-baik saja. Tetap rukun. Tetap kondusif. Tetap jadi Kota yang Beriman. [*]