Artikel

Introspeksi Jelang Hari Bhayangkara

Oleh: Harry F. Darmawan

TINGGAL hitungan hari, Kepolisian Republik Indonesia akan merayakan hari jadinya yang ke-73, tepatnya pada 1 Juli mendatang. Usia 73 tahun bukanlah waktu yang singkat. Garis waktu perjalanan hidup yang berjalan beriringan dengan manis-pahit pengalaman harusnya bisa lebih dimaknai dengan perbaikan diri.

Untuk sesuatu yang sudah baik, Polri setidaknya harus bisa menjaga ritmenya agar konsisten sepanjang waktu. Sedangkan yang belum baik, inilah PR yang harus segera dibenahi.

Sepengamatan saya sebagai orang awam, personel Polri, khususnya Polda Kaltim, sudah melakukan berbagai terobosan dalam rangka peningkatan kemampuan personel, peningkatan pelayanan kemasyarakatan dan pemeliharaan kamtibmas.

Oleh karena itu, yang sudah baik ini akan sangat panjang jika dirinci satu per satu. Maka saya hanya akan membahas yang saya rasa masih perlu ditingkatkan lagi. Sekaligus sebagai alarm bagi Polri untuk terus merefleksikan diri ke arah yang lebih baik.

PASUKAN ANTI HURU-HARA TERPELIHARA

Pasukan anti huru-hara dikenal sebagai garda terdepan dalam pengamanan unjuk rasa yang semakin memanas. Demo berujung ricuh yang tak jarang terjadi membuat pasukan ini harus mau tidak mau berhadapan dengan masyarakat.

Melihat seringnya demonstrasi berujung bentrok antara masyarakat dengan kepolisian ini harus segera diminimalisir. Harus ada langkah solutif dan inovatif dalam rangka menciptakan demonstrasi yang damai sesuai asas demokrasi.

Personel pasukan anti huru-hara harus lebih dibekali dengan pengendalian emosi. Jika aparat keamanan mudah tersulut provokasi, demonstrasi berujung bentrok menjadi keniscayaan.

Saya jadi teringat bagaimana pasukan Sat Brimob yang berjaga saat demo 22 Mei lalu. Aksi-aksi mereka saat kerusuhan pecah, seperti video call anaknya hingga memberi minum dan bantuan pernafasan kepada salah satu pendemo merupakan hal yang harus bisa dijaga.

Meski ricuh, setiap personel pasukan anti huru-hara harus bisa menunjukkan jati dirinya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.

Bahkan, personel lain juga harus punya motivasi dan dorongan yang sama, meskipun panasnya kericuhan masih berlangsung.

PEMERATAAN POLISI HUMANIS

Kita mungkin sudah sangat sering melihat aksi polisi yang humanis. Mulai dari menyeberangkan lansia di zebra cross, mendorong kendaraan yang mogok karena menerobos banjir, membersihkan rumah warga pasca banjir, hingga bantuan kemanusiaan pada masyarakat yang membutuhkan.

Namun yang harus selalu diingat, masyarakat adalah prioritas utama yang harus dilindungi, dilayani dan diayomi oleh seluruh personel kepolisian. Sekali lagi, seluruh personel. Bukan segelintir.

Pembekalan dan penanaman sifat-sifat humanisme pada setiap anggota Polri harus terus digalakkan. Jangan lagi ada oknum Polri yang masih ber-mindset primitif: mengintimidasi masyarakat, melakukan pungli, dan berlagak premanisme.

Karena bila kesan itu masih muncul di balik seragam Polri, masyarakat akan sangat sulit menganggap polisi bisa melindungi, mengayomi dan melayani mereka, sebagaimana mestinya manusia melindungi, mengayomi dan melayani manusia lainnya. [*]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *