Artikel

A.C.A.B: All Cops Are?

Oleh: Harry F. Darmawan

Bagi Anda yang tidak menyukai sepakbola, atau tidak pernah bersinggungan dengan circle suporter sepakbola, mungkin Anda akan asing dengan istilah “A.C.A.B”. A.C.A.B atau yang juga dikenal dengan 1312 (diambil dari urutan abjad masing-masing dalam alfabet) tersebut merupakan singkatan dari All Cops Are B*st*rd. Tidak perlu saya jelaskan artinya, kan? Hehe.

Istilah tersebut populer digunakan sekitar medio 1970-an di Inggris. Yang mempopulerkannya? Tentu saja suporter sepakbola. Mereka mem-branding sebuah kelompok yang kini dikenal dengan Hooligan.

Eric Patrige dalam bukunya yang berjudul A Dictionary of Catch Phrases menyebut, A.C.A.B mulai dikenal luas karena tulisan seorang jurnalis asal Newcastle, Inggris setelah dirinya mengunjungi penjara-penjara, di mana di setiap dindingnya terdapat banyak coretan A.C.A.B.

Sedangkan sumber lain menyebut, penggunaan istilah bernada kebencian tersebut sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu, tepatnya pada era lahirnya polisi modern (metropolitan police) tahun 1830-an.

Tepat pada 28 Oktober 1830 di Hyde Park Corner, London, Inggris, masyarakat menyuarakan protes terhadap polisi dengan menggaungkan A.C.A.B dan “No New Police“.

Slogan anti polisi itu merupakan bentuk “perlawanan kelas” dari sipil terhadap para kepolisian yang dirasa tidak berpihak kepada mereka (khususnya para demonstran). Mereka beranggapan polisi lebih condong berpihak kepada para penguasa, pemerintah maupun tuan tanah.

Penyebaran A.C.A.B semakin meningkat seiring dengan diluncurkannya lagu yang berjudul sama oleh band punk The 4 Skins pada tahun 1982. Selang 7 tahun berikutnya, grup Punk lainnya Doom juga merilis lagu yang sama dengan judul “Police B*st*rd”.

Dalam beberapa dekade terakhir, penggunaannya di Tanah Air lebih umum oleh para suporter sepakbola. Kerusuhan di sepakbola yang tak jarang terjadi menjadi salah satu pemicunya.

Contohnya terjadi saat pertandingan Torabika Soccer Championship 2016 yang mempertemukan Persija Jakarta vs Sriwijaya FC, pada Jumat 24 Juni 2016 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.

Usai laga yang berkesudahan dengan kemenangan 0-3 bagi tim tamu tersebut, para pendukung Persija mulai tidak terkendali. Kekecewaan terhadap hasil akhir membuat mereka membuat onar, bahkan sampai merusak mobil kepolisian. Salah satu oknum The Jak — nama kelompok suporter Persija Jakarta — yang tertangkap rupanya memiliki tato bertuliskan A.C.A.B di lengan kanannya.

Yang jadi pertanyaan saya adalah benarkah kepolisian kita se-brengsek itu sampai-sampai ada masyarakat yang menato tubuhnya sendiri dengan tulisan itu?

PROMOTER SEBAGAI JAWABAN

Diakui atau tidak, nyatanya Kepolisian RI semakin ke sini semakin berbenah. Meski memang masih belum sempurna, tapi reformasi di internal Polri terus terjadi. Sejak Jenderal Pol. Tito Karnavian ditunjuk menjadi Kapolri, ia menggagas sebuah program revolusioner di tubuh Polri yang bernama Promoter (Profesional, Modern dan Terpercaya).

Di dalam program tersebut, terdapat banyak sub-program dan strategi dalam rangka perbaikan citra Polri. Yang paling menonjol dari program tersebut adalah bagaimana setiap personel Polri dituntut untuk bisa melayani masyarakat dengan optimal dan dekat dengan masyarakat. Humanis mereka menyebutnya. Dari Mabes Polri, perintah itu diturunkan sampai ke pos terkecil di setiap wilayah NKRI lewat Polsek.

Promoter sendiri juga dijunjung tinggi oleh Polda Kaltim. Di bawah kepemimpinan Irjen Pol. Priyo Widyanto, korps baju cokelat tersebut menginisiasi berbagai program kerja yang masih berjalan hingga saat ini.

Pertama, Irjen Pol. Priyo mewajibkan seluruh jajarannya yang beragama muslim untuk shalat berjamaah di masjid-masjid di lingkungan sipil pada waktu shalat Subuh dan shalat Jumat. Program itu dinamakan Safari Ibadah.

Khusus Safari Jumat, personel Polda Kaltim sebisa mungkin memberikan imbauan mengenai keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) sesaat sebelum khatib naik mimbar untuk berkhutbah.

Selanjutnya, anggota Polda Kaltim juga rutin menyambangi kediaman warga penyandang masalah kesejahteraan sosial, lalu memberikan bantuan berupa bahan pokok dan penunjang hidup lainnya di setiap hari Jumat sejak Januari 2019 lalu. Program itu bernama Jumat Berbagi.

Jumat Berbagi ini juga yang menjadi jembatan bagi kepolisian untuk bisa terus hadir di tengah-tengah masyarakat. Dalam sebuah kesempatan, Irjen Pol. Priyo mengaku ia mencanangkan program itu dengan dua tujuan: dekat dengan masyarakat dan wujud kepedulian kepolisian.

Selain itu, sudah tak terhitung berapa kali Polda Kaltim menggelar bakti sosial, bakti kesehatan dan sejenisnya. Kegiatan itu dibalut dengan agenda merenovasi rumah warga (bedah rumah), merenovasi tempat ibadah lintas agama, operasi katarak dan bibir sumbing, serta khitan massal.

Di internal Polda Kaltim, pembentukan SDM Polri yang bersih, handal dan profesional itu ditegakkan sejak dini. Para calon personel yang mengikuti seleksi penerimaan Polri ditegaskan untuk tidak memberikan apapun kepada panitia pelaksana untuk menjamin kelulusan mereka.

Prinsip BETAH (Bersih, Transparan, Akuntabel dan Humanis) digalakkan oleh Panda (Panitia Daerah) Kaltim di setiap saat rekrutmen Polri berbagai jalur. Mulai tamtama, bintara, SIPSS dan lainnya, semua dijalankan berlandaskan BETAH tersebut.

Dengan begitu besarnya upaya kepolisian, khususnya Polda Kaltim, dalam mengokohkan humanisme setiap anggotanya, Kaltim hingga kini terus menjadi salah satu wilayah paling kondusif di Indonesia.

***

Reformasi mental di tubuh kepolisian harus didukung oleh semua pihak. Ini penting guna mengoptimalisasi kinerja Polri dalam melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat.

Untuk itu, pada bagian judul di tulisan ini, kepanjangan dari akronim A.C.A.B sengaja tak saya lanjutkan. Harapannya, kepanjangan “B” dalam A.C.A.B bisa berubah menjadi yang lebih baik.

Akan jadi apa kepanjangan “B” itu? Silakan tentukan sendiri. [*]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *