Artikel

Soal Toleransi, Lihatlah TNI-Polri

Oleh: Harry F. Darmawan

Kasus intoleransi dalam beberapa waktu terakhir semakin santer terdengar. Terbaru, viralnya berita mengenai larangan merayakan Natal di wilayah Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, semakin menegaskan bahwa intoleransi beragama benar-benar nyata terjadi di tengah masyarakat.

Saya ingat ketika satu sampai dua dekade ke belakang, kondisinya tidak seperti ini. Umat beragama dapat hidup berdampingan dengan pemeluk agama lainnya. Bahkan budaya gotong-royong yang dibangun sejak lama berhasil dijaga, meski warganya berbeda agama.

MEMBUDAYA: Gotong-royong merupakan budaya bangsa yang terbangun sejak lama dan harus dilestarikan oleh seluruh warga negara.

Bahkan, bercanda mengenai suatu agama belum menjadi hal yang tabu di tengah-tengah masyarakat. Kita masih bisa menertawakan perbedaan di masa-masa indah itu.

Tapi kini, semuanya menjadi 180 derajat berbeda. Jujur saja hal ini menjadi keresahan pribadi saya. Walaupun di Balikpapan tempat saya tinggal, peristiwa intoleran belum pernah mencuat, saya tetap merasa ironi ini harus segera berakhir.

Pelarangan melaksanakan ibadah sesuai ajaran agama masing-masing merupakan pelanggaran HAM yang sangat serius. Negara harus hadir dalam mengatasi masalah ini, karena HAM sudah dijamin keberadaannya oleh Undang-Undang dan regulasi lainnya.

PERAMPASAN HAK: Dilarangnya warga Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat untuk merayakan Natal merupakan wujud dari pelanggaran HAM yang serius.

Kita sebagai warga negara juga tidak bisa diam begitu saja. Ada begitu banyak cara yang bisa kita lakukan untuk memulihkan kembali kehidupan bertoleransi di antara kita.

MENCONTOH TNI-POLRI

Salah satu cara yang bisa kita tempuh adalah dengan mempraktekkan apa yang sudah dilaksanakan oleh para personel TNI dan Polri di seluruh wilayah NKRI.

Kedua instansi tersebut, meski berbeda warna, tugas dan tanggung jawab, tetapi bisa saling bahu-membahu menciptakan stabilitas dalam negeri dan ikut aktif berpartisipasi di sejumlah kegiatan yang bernafaskan kebangsaan.

Sinergitas TNI-Polri dapat dengan mudah ditemui saat agenda bakti sosial, baik bersih-bersih lingkungan, renovasi rumah ibadah, sampai pelayanan kesehatan gratis. Stereotype TNI dan Polri sebagai rival yang puluhan tahun lalu sempat terbentuk, perlahan pudar, sampai kini tak lagi tersisa.

TELADAN: Sinergi antara TNI-Polri dapat dimaknai sebagai wujud kehidupan bertoleransi meski berbeda suku, agama, ras dan budaya.

Sebagai abdi negara, baik TNI dan Polri paham betul bahwa mereka harus bisa meredam ego masing-masing demi kepentingan negara. Menciptakan stabilitas dalam negeri adalah harga mati yang harus bisa mereka wujudkan.

Soliditas, integritas dan solidaritas kedua instansi tersebut dapat menjadi teladan bagi kita untuk memaknai perbedaan dengan cara yang lebih elegan.

Menurut saya, perbedaan ada untuk kita nikmati bersama. Lihat saja pelangi. Ia bisa seindah itu karena disusun dari warna yang berbeda-beda. Kita pun bisa menjadi pelangi, yang memancarkan keindahan yang disusun dari keberagaman budaya, suku, agama dan ras masing-masing dari kita.

***

Di penghujung tahun 2019, harapan terbesar saya bagi negeri ini adalah ke depan tidak ada lagi intoleransi yang terjadi di masyarakat.

Momentum pergantian tahun ini dapat menjadi titik balik bagi negeri ini guna mengembalikan harmoni dan kehidupan bertoleransi yang terbangun sejak puluhan tahun lalu.

Terima kasih TNI dan Polri atas contoh baik yang kalian lakukan belakangan ini. Bravo TNI-Polri! [*]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *